Kuliah Tamu Sosiologi Agama dan Sosiologi Gender Usung Tema “Hindu Caste System”

SOSIO FISIP UNS (28/9) – Program Studi Sosiologi melaksanakan kuliah tamu yang kedua sebagai rangkaian Guest Lecture Series di semester ganjil tahun akademik 2024. Guest Lecture Series merupakan rangkaian kegiatan mata kuliah yang menghadirkan dosen tamu yang bekerjasama dengan Department of Anthropology, College of Art and Sciences, University of Saskatchewan (USask), Canada dan Sociology Program, Faculty of Social Sciences and Humanities, Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM). Kuliah tamu kedua dilaksanakan pada Jumat, 27 September 2024, secara daring menggunakan zoom, dan dimulai pada 09.00 – 10.30 WIB.

Kegiatan kuliah tamu kedua menghadirkan Dr. Prashanth Kuganathan yang merupakan Dosen Department of Anthropology, College of Art and Sciences, University of Saskatchewan (USask). Dr Prashant membawakan tema “Hindu Caste System” pada mata kuliah Sosiologi Agama dan Sosiologi Gender. Kegiatan dibuka dengan sambutan Dr. Yuyun Sunesti, G.DOC., M.A. selaku dosen mata kuliah Sosiologi Gender dan Sosiologi Agama, yang menyambut hangat dan berterima kasih atas kerjasama untuk terselenggaranya kuliah tamu. Acara kemudian dipandu oleh Naila Hasna selaku moderator acara. 

Pada kesempatan kali ini, Dr. Prashant membuka kuliah tamu dengan memaparkan mengenai sistem kasta di agama Hindu, khususnya untuk wilayah Asia Utara. Di awal materi Dr.  Prashant menjelaskan mengenai perbedaan antara sistem kasta dan kelas. Kelas dapat diartikan sebagai struktur stratifikasi sosial yang berada di masyarakat dan individu dapat berusaha untuk tergabung dalam stratifikasi kelas yang berbeda. Sementara itu, sistem kasta didasarkan pada kelahiran, yang mana tiap individu tidak dapat memilih hal tersebut. Apabila seseorang lahir di kasta yang rendah, maka individu tersebut rentan untuk mengalami diskriminasi. Misalnya, seseorang yang lahir di kasta yang rendah berpengaruh pada pekerjaan yang didapatkan dan pada pernikahan yang hanya diperbolehkan untuk menikah pada golongan kasta yang setara.

Sistem kasta yang ada di agama Hindu terbagi menjadi empat kasta sebagai bagian dari varna dengan urutan dari yang tertinggi hingga terendah, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Selain itu terdapat pula golongan kasta dalit yang dianggap tidak memiliki varna. Adanya perbedaan sistem kasta tersebut membuat masyarakat, khususnya bagi masyarakat golongan kasta bawah mendapatkan diskriminasi. Pada aspek pekerjaan, masyarakat kasta bawah akan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih layak atau pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan yang tinggi.

Adanya sistem kasta ini membuat masyarakat kasta bawah mendapatkan diskriminasi berupa kekerasan dan kejahatan lainnya. Berdasarkan pemaparan  Dr.  Prashant, data yang ditemukan pada tahun 2016 terdapat 10 kota tertinggi dengan angka kejahatan yang disebabkan karena adanya sistem kasta, jumlah tertinggi berada di Kota Lucknow. Sistem kasta juga berpengaruh pada tingginya kekerasan gender di India. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kekerasan berupa rape atau pemerkosaan pada perempuan golongan kasta bawah. Dr, Prashant mengungkapkan bahwa diskriminasi tersebut belum tentu dilakukan oleh kasta tertinggi, tapi bisa saja dilakukan oleh kasta yang lebih tinggi dari korban.

Adanya diskriminasi pada karena perbedaan kasta menjadi suatu hal yang dipersoalkan, khususnya bagi golongan kasta bawah. Saat ini upaya untuk menurunkan angka diskriminasi perbedaan kasta mulai dilakukan melalui kebijakan-kebijakan publik. Terdapat pula, advokat hukum dan LSM yang membantu untuk melaporkan berbagai kasus diskriminasi di mata hukum, meskipun tidak semuanya bisa berhasil. Dr. Prashant memaparkan bahwa pada hasil riset di Sri Lanka yang pernah ia lakukan, pada kasus yang tidak selesai menjadi kompleks bagi masyarakat desa karena adanya stigma yang masih melekat pada korban, khususnya korban perempuan.

Penjelasan mengenai sistem kasta dan dinamikanya menjadi pengetahuan yang baru. Setelah pemaparan materi, dibuka sesi tanya jawab yang terbuka bagi seluruh peserta yang hadir. Adanya sesi tanya jawab memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk terlibat dalam diskusi aktif. Sesi tanya jawab kemudian ditutup dengan sesi foto bersama dengan seluruh pihak yang hadir.

Penulis: Triana Rahmawati dan Aisya Lu’luil Maknun