Sowan ke Penjara Anak Jakarta, Pengalaman Pemberdayaan yang “Nggak Biasa” bagi Mahasiswa

SOSIO FISIP UNS (10/1)-Apa yang kalian pikirkan kalau mendengar kata penjara?

Suram? Mengerikan? Kejahatan? Atau pikiran buruk yang lainnya?

 

Bagi banyak orang, penjara merupakan tempat yang penuh dengan kesan negatif. Stigma itu secara naluriah terbentuk karena penghuni dari sebuah sel tahanan di dalam penjara adalah orang yang dikatakan menyimpang dari nilai dan norma, baik secara penuh ataupun temporer. Selain itu, banyaknya media yang memberitakan keadaan penjara (dengan framing yang kurang baik –red) menambah kesan suram dari sebuah penjara, baik yang berada di level dewasa maupun anak.

 

Namun, bagi sosiolog seperti halnya Edgar Bayu Refansyah, S.Sos yang merupakan alumni Prodi Sosiologi FISIP UNS angkatan 2016 berbeda. Menurut Edgar yang saat ini sedang melakukan studi lanjut di Program Studi S2 Sosiologi dengan Peminatan Kebijakan Pembangunan Sosial di Universitas Indonesia angkatan 2021 bahwa penelitian bisa dilakukan dimana saja, termasuk salah satunya adalah penjara. Penjara anak memiliki daya tarik tersendiri, selain karena batasan usia narapidana, pemberdayaan yang dilakukan pun memiliki lebih banyak program dan peminat yang bisa dijalankan di dalamnya. Edgar menulis skripsi yang berjudul Pendidikan Karakter dan Perubahan Perilaku pada Anak yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi Kasus pada Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas I Kutoarjo) dengan bimbingan dari Drs. Sudarsana, PGD in PopDev. Edgar lulus pada tahun 2020 dengan predikat cumlaude.

 

Semasa kuliah, Edgar mendapatkan bimbingan akademik dari Drs. Bambang Santosa, M.Si. dan aktif mengikuti berbagai kegiatan di lingkup fakultas maupun universitas antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS, Dewan Mahasiswa (DEMA) FISIP UNS, Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HIMASOS) FISIP UNS dan Fiesta Radio FISIP UNS. Edgar juga sempat magang di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Jakarta yaitu Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta.

 

Ife (1995) menyatakan bahwa “empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the system,’ and so on”. Makna dari definisi ini adalah mengartikan pemberdayaan sebagai suatu sarana membangun orang atau kelompok yang memiliki keterbatasan untuk bisa bersaing dengan sesama mereka.

 

Salah satu lembaga yang bergerak dalam bidang pemberdayaan anak di penjara adalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta. Lembaga yang berdiri sejak 1957 dan bergerak dalam fokus kesehatan reproduksi dan keremajaan ini memiliki track record yang baik dalam pemberdayaan anak di penjara. Salah satu penjara yang pernah menjadi sasaran pemberdayaan relawan PKBI adalah LPKA Klas I Jakarta.

 

Program pemberdayaan yang dilakukan oleh PKBI DKI Jakarta di LPKA Klas I Jakarta ada beberapa, diantaranya : melakukan program konseling untuk mendengarkan keluhan dan permasalahan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), memberi program berupa keterampilan membaca dan menulis serta berpikir kognitif, dan juga melakukan home visit ke rumah orang tua/wali dari ABH. Tujuan dari home visit ini adalah mengetahui keadaan keluarga ABH secara langsung, dan mendalami masalah yang dihadapi oleh ABH jika ditinjau dari sudut pandang orang tua ABH.

 

Selain pemberdayaan ABH, PKBI juga memberikan sosialisasi terkait dengan kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan anak-anak sekolah. Program ini dijalankan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai batasan dan larangan dalam pergaulan sesama jenis ataupun lawan jenis. Program ini dilaksanakan di seluruh cabang PKBI, terutama di Jakarta.

 

Edgar menyatakan bahwa jika menilik dalam tinjauan sosiologis, magang di PKBI sangat memberikan pemahaman terkait dengan fenomena dan realita yang ada di masyarakat. Sehingga, mahasiswa banyak mendapatkan hal-hal baru yang berkaitan dengan masyarakat, serta bagaimana strategi dalam menghadapi fenomena dan realitas yang sudah “membudaya” di masyarakat. Utamanya di bidang yang mungkin cukup sensitif bagi sebagian orang, yaitu kesehatan reproduksi.

 

Narasumber

Edgar Bayu Refansyah

 

Penulis

Novel Adryan Purnomo

Add a Comment

Your email address will not be published.