MELALUI MBKM MAHASISWA BELAJAR CARA BARU DALAM MEMAHAMI MASYARAKAT MELALUI “DIGITAL SOCIOLOGY”
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan rangkaian proses kehidupan yang selalu dialami oleh manusia. Para ilmuwan terus melakukan inovasi dan menemukan invensi yang mendorong kehidupan manusia menuju ke arah yang lebih maju dan modern. Hal tersebut berpengaruh pada berbagai bidang kehidupan manusia, mulai dari bidang pendidikan, ekonomi, agama, politik dan pemerintahan, hingga kehidupan sosial dan budaya. Dalam beberapa dekade terakhir ini, nampaknya kehidupan manusia mengalami perkembangan yang cukup cepat dan signifikan. Gaya hidup, aktivitas pekerja, hingga pola interaksi masyarakat terus berubah mengikuti tren yang selalu berubah dari masa ke masa. Hal ini tentunya menuntut para ilmuwan sosial yang berusaha memahami masyarakat untuk terus beradaptasi dengan objek yang berusaha dipahaminya dengan cara memperbarui cara-caranya dalam memahami masyarakat. Cara memahami masyarakat yang dimaksud tak lain adalah penelitian sosial atau social research.
Penelitian sosial dari masa para pendahulu di era klasik, modern, hingga postmodern terus mengalami perkembangan dengan mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat yang diteliti. Adapun pembaruan yang terjadi dalam proses penelitian sosial berupa pembaruan metode dan instrumen penelitian, teori, hingga paradigma yang digunakan dalam penelitian tersebut. Pembaruan ini tentunya bertujuan untuk menyesuaikan penelitian sosial dengan objek yang diteliti sehingga hasil penelitiannya dapat merepresentasikan dan memahami masyarakat dengan relevan.
Jika dilihat dari kacamata Ilmu Sosiologi, masyarakat kini berada di era pascamodern atau postmodern. Sementara itu, jika kita melihat dari sudut pandang perkembangan teknologi, masyarakat saat ini berada di era yang disebut sebagai era digital. Digitalisasi masyarakat ini sudah berlangsung cukup lama, yaitu sejak kemunculan internet yang mendorong terjadinya revolusi digital yang terjadi pada tahun 1980-an dan terus berkembang hingga saat ini (Setiawan, 2017). Masyarakat di era digital ditandai dengan penyebaran informasi dan komunikasi yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah dan didukung dengan teknologi serta fasilitas telekomunikasi yang berbasis teknologi digital. Contoh Perkembangan teknologi komunikasi ini dapat kita lihat pada maraknya penggunaan media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Twitter, Facebook, YouTube, dll yang memungkinkan kita untuk bertukar informasi secara global dengan bantuan internet.
Oleh sebab itu, selama dekade terakhir para ahli di berbagai disiplin keilmuwan mencoba mengembangkan sebuah cara baru untuk memahami masyarakat secara digital. Hal ini disebabkan karena platform digital seperti media sosial, menyediakan begitu banyak data yang dihasilkan dari aktivitas dan interaksi orang-orang secara digital. Hal ini tentunya bisa menjadi sebuah topik penelitian yang menarik, khususnya bagi para Sosiolog. Beberapa Sosiolog percaya bahwa bahwa jangkauan infrastruktur digital yang terus berkembang untuk pengambilan dan analisis data yang tersedia di seluruh kehidupan sosial memungkinkan pengembangan metode baru untuk memahami masyarakat (Savage dan Burrows, 2007; Rogers, 2013 dalam Marres, 2017). Tidak hanya itu, digitalisasi masyarakat yang sedang berlangsung bukan hanya menghadirkan sebuah topik penting penelitian, tetapi juga memiliki potensi untuk mentransformasi peran peneliti sosial itu sendiri pada masyarakat. Di seluruh masyarakat, infrastruktur, perangkat, dan praktik digital secara luas terllihat menawarkan peluang baru yang penting untuk membuat penelitian sosial relevan dengan kehidupan sosial (Back, 2012), untuk mengubah pengetahuan mengenai masyarakat menjadi tindakan (Marres, 2017).
Fitur luar biasa dari teknologi digital, dari sudut pandang ini, adalah bahwa mereka membuat aktivitas sehari-hari dapat direkam dan dipantau ke tingkat yang baru, dan dengan keintiman yang belum pernah terjadi sebelumnya: ponsel Anda melacak gerakan Anda, termostat Anda tahu kapan Anda tidur, mesin pencari tahu apa yang Anda pikirkan (Marres, 2017). Infrastruktur, perangkat dan praktik digital saat ini menghasilkan banyak data yang dapat digunakan untuk menganalisis interaksi dan pergerakan orang, mulai dari pertukaran SMS yang ditangkap oleh perusahaan telepon, data lokasi yang dikumpulkan melalui aplikasi ponsel pintar, hingga data-data percakapan di media sosial. Kapasitas interaktif teknologi digital inilah, dalam kombinasi dengan keberadaannya di masyarakat inilah yang saat ini memberi keyakinan bahwa digital memungkinkan untuk menghubungkan kembali analisis sosial dengan intervensi sosial (Marres, 2017). Infrastruktur digital yang tersedia saat ini juga memungkinkan para Sosiolog untuk mengumpulkan data menganalisis data dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada saat melakukan penelitian secara konvensional. Dengan infrastruktur digital yang ada maka Sosiolog dapat mewujudkan suatu penelitian dalam skala makro yang luas dengan waktu dan biaya yang lebih sedikit.
Namun demikian, klaim cara digital baru yang dipercaya dapat digunakan untuk memahami masyarakat nampaknya tidak bisa diterima begitu saja. ‘Digital’ dalam sosiologi digital kemudian tidak dapat direduksi menjadi cerita sederhana tentang penelitian sosial yang ‘menjadi komputasional’. Banyak ahli yang masih skeptis dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terkait “digital” ini. Pertanyaan-pertanyaan mendasar dan kritis seperti, siapa yang mampu bersosialisasi? Siapa yang memiliki alat produksi dan distribusinya? Data apa yang bisa digunakan? Teknik intervensi apa yang dapat digunakan sosiologi? Hubungan apa antara peneliti dan subjek penelitian yang harus kita perjuangkan? (Marres, 2017) ini terus bermunculan dan tidak bisa dijawab dengan sederhana. Perdebatan tentang ilmu sosial digital sebagian besar berlangsung dalam kerangka representasional yang berfokus pada kapasitas analisis data digital untuk mewakili fenomena dan pola sosial yang diberikan secara memadai.
Banyak Sosiolog yang meragukan “digital” untuk dijiadikan objek penelitian sosial, sehingga muncul pertanyaan, apakah kita meneliti masyarakat atau meneliti teknologi? Hal ini tentunya memerlukan kajian dan penjelasan mengenai alasan mengapa sebuah infrastruktur digital dapat dijadikan field ataupun objek penelitian sosial. Perlu juga penjelasan dari pertanyaan, apa yang membuat infrastruktur digital bersifat sosial? beberapa tokoh meyakini adanya unsur interaksi yang dapat dilakukan di dalam teknologi digital menyebabkan infrastruktur ini bersifat sosial. Namun, di sisi lain masih ada yang belum menerimanya. Terpecahnya para ahli menjadi dua sisi yang revolusionis dan konservatif ini merupakan hal yang sudah biasa terjadi, khususnya dalam perkembangan Ilmu Sosiologi. Infrastruktur ini memang dikonfigurasi untuk banyak tujuan, termasuk penelitian pemasaran, tetapi penelitian sosial, sayangnya, tidak terbukti dengan sendirinya di antaranya. Kemampuan konfigurasi pengaturan digital untuk tujuan sosiologis diperebutkan, dipertaruhkan, dan perlu diuji dan didemonstrasikan. Inilah sebabnya kenapa kita perlu menyelidiki bagaimana infrastruktur digital dapat digunakan kembali untuk penelitian sosial (Rogers, 2013; Weltevrede, 2015, dalam Marres 2017).
Perkembangan teknologi digital ini memang memiliki potensi yang besar untuk membawa kemajuan di bidang penelitian sosial. Hal ini kemudian menimbulkan pembahasan mengenai konsep lama yang muncul dengan istilah baru, yaitu “Sosiologi Digital”. Sosiologi Digital merupakan salah satu bagian dari kajian akademis Sosiologi yang memiliki perhatian terhadap pemahaman penggunaan media digital dalam segala aktivitas penelitian yang ditujukan untuk mempelajari kehidupan manusia dengan lebih efektif dan efisien (Tandi, 2016). Lebih lanjut, Marres (2017) menjelaskan bahwa ‘Digital’ dalam sosiologi digital dapat menunjukkan setidaknya tiga hal yang berbeda: mungkin mengacu pada (1) topik penelitian sosial; (2) instrumen dan metode penelitian sosial; (3) platform untuk terlibat dengan khalayak dan publik sosiologi. Bergantung pada aspek ‘digital’ mana yang kita pertimbangkan, kita sampai pada pemahaman yang sangat berbeda tentang apa itu sosiologi digital, dan karena itu saya ingin memperkenalkan secara singkat masing-masing dari ketiga inkarnasi digital ini secara terpisah.
Skeptisme dan pertanyaan-pertanyaan yang terus diajukan oleh para ahli memang bukanlah suatu hal yang dapat dielakkan. Namun, hal tersebut justru menjadi sebuah tantangan bagi para Sosiolog untuk dapat menjawab dan menjelaskan pertanyaan tersebut dan memanfaatkan potensi yang ada. Namun, pada nyatanya, teknologi digital sedikit-banyak sudah ikut terlibat dalam proses penelitian yang dilakukan oleh para Sarjana Sosiologi. Banyak diantaranya yang menggunakan platorm-platform survei digital secara daring seperti Google Form, Survey Monkey, dll untuk mengumpulkan data survei dari para responden. Apabila melihat kebelakang, proses penelitian sosial juga sudah memanfaatkan teknologi digital SPSS sejak tahun 1960 untuk menganalisis data penelitian kuantitatif. Bahkan, Lupton (2012) menjelaskan bahwa meskipun ‘sosiologi digital’ tampaknya belum digunakan secara teratur, sosiolog telah terlibat dalam penelitian yang berkaitan dengan internet sejak awal. Mereka telah membahas berbagai masalah sosial yang berkaitan dengan komunitas online, dunia maya, dan identitas dunia maya. Hal ini membuktikan bahwa secara bertahap, penelitian sosial dari masa ke masa memang terus mengalami perkembangan. Sosiologi Digital ini menurut saya juga merupakan bagian dari proses perkembangan dan penyesuaian yang ada berdasarkan tren teknologi yang sedang berkembang. Memang diperlukan penyelidikan lebih jauh untuk bisa meyakinkan sebagian besar ahli Sosial dan masyarakat bahwa teknologi digital dapat dimanfaatkan dan menyuguhkan cara baru untuk memahami masyarakat.
Tulisan ini terinspirasi dari program Magang MBKM Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diikuti Bakat Jati Prasetyo (D0320017) mahasiswa Program Studi Sosiologi FISIP UNS, selama kurang lebih enam bulan. Program ini merupakan program magang yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk bisa terjun langsung ke dunia industri ilmu pengetahuan berbasis riset, khususnya BRIN. Program yang Bakat ikuti merupakan program MBKM BRIN Semester Ganjil tahun 2022/2023. Program ini dilaksanakan dari Bulan September 2022 sampai 2023. Adapaun rinciannya, program dimulai dengan Pembukaan MBKM dan Pelaksanaan Pelatihan Pengantar MBKM pada 5 – 9 September 2022, dilanjutkan dengan pelaksanaan program MBKM dari 12 September 2022 – 17 Februari 2023, dan diakhiri dengan evaluasi akhir pada 20 – 28 Februari 2023. Penulis dibimbing oleh Dr. Widjajanti M Santoso, M.Litt dan beliau merupakan orang yang mendorong dan membimbing penulis dalam mempelajari Digital Sociology sehingga menginspirasi tulisan ini.
Penulis: Bakat Jati Prasetyo (D0320017)