“Dewi Sri” Aset Sakral di Tanah Kasepuhan Sinar Resmi: Memori Magang MBKM bersama Pusat Riset KSDK BRIN

Apa yang terbayang ketika magang di sebuah Pusat Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional adalah menyelami tulisan, data, jurnal. Namun ketika menjalani program MBKM bayang itu runtuh, terganti dengan pengalaman berharga magang paket lengkap di Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa dan Konektivitas. Pengalaman ini dirasakan oleh salah satu Mahasiswa Sosiologi FISIP UNS yaitu Rahmasita Sekar Lumingga yang berkesempatan untuk mengikuti Program MBKM dengan mitra Badan Riset dan Inovasi Nasional.  “Magang paket lengkap” adalah frasa akurat yang mendeskripsikan magang MBKM KSDK. Mulai dari penugasan substantif berupa mentoring proposal skripsi, penulisan karya tulis ilmiah, proofreading buku, sinkronisasi mata kuliah konversi dengan substitusi projek magang relevan. Selain itu, tentunya terdapat pengalaman implementasi aksi melalui pelibatan rapat internal-eksternal maupun rapat audiensi kerjasama riset kementerian, mengikuti forum diskusi publik taraf nasional, kegiatan kepanitiaan dan diseminasi, kegiatan bimtek writing academy sampai riset aksi turun lapang. Satu yang perlu diangkat dari kerja baik Pusat Riset KSDK bukan hanya sekedar memposisikan masyarakat sebagai objek riset, namun realisasi aksi nyata yang dirembeskan manfaatnya kepada masyarakat.

Ikhtiar KSDK memberi sentuh dan kekaryaan nyata, salah satunya dipraktekkan dalam kegiatan in house training penulisan jurnal harmoni secara live in di rumah warga di Randusari, Wonogiri dengan menggelar Pengajian Maulid Nabi, bazar makanan warga serta pembagian 1000 bibit pohon berbuah bagi warga sekitar.

Pelibatan riset aksi yang berkesan melekat lainnya adalah riset turun lapang Program YESS kolaborasi Kementan dengan target pertanian masyarakat adat. Membicarakan masyarakat adat sama dengan menyelami adat tradisi dan karakteristik unik masyarakatnya. Kampung Adat Sinar Resmi secara administratif berada di wilayah Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kampung Adat Sinar Resmi termasuk dalam kawasan Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu yang dianugerahi alam yang asri, hijau dan lestari. Larangan menggunakan teknologi dan obat kimia pada lahan membuktikan bagaimana masyarakat adat melindungi alamnya. Sebab ketika mereka merusak alam maka rusak pula sumber kehidupan mereka. Masyarakat kasepuhan menghormati alam yang diwujudkan melalui berbagai upacara dan ritual penghormatan ketika mengolah lahan.

Kondisi alam geografis ini menjadi nilai tambah yang mendukung usaha tani masyarakat kasepuhan (Mawaddahni, Wulandari, & Nugroho, 2021). Bertani menjadi mata pencaharian utama. Orang tua secara turun temurun mengajarkan keterampilan dan keahlian bertani kepada anak-anaknya, sehingga anak muda kasepuhan memiliki kebiasaan bekerja membantu aktivitas pertanian orang tua sebagai tenaga muda pendukung pertanian. Ketika sudah berumah tangga dan belum memiliki pekerjaan tetap, mereka yang telah menikah bertanggung jawab pada sawah keluarga dan diharuskan menyimpan hasil panen padi dalam leuit (lumbung). Penelantaran sawah merupakan pamali bagi masyarakat kasepuhan, namun menggarap sawah lebih dari sekali dalam setahun diartikan sama dengan memaksa dan merusak keseimbangan lahan. 

Dalam memelihara keterikatan dengan alam, masyarakat kasepuhan memegang prinsip kehidupan “Ibu Bumi, Bapak Langit, dan Guru Mangsa”. Musim tanam dan panen hanya dilakukan satu kali setahun demi penghormatan kepada “Ibu Bumi”, masyarakat meyakini bahwa menanam padi lebih dari satu kali layaknya “ibu yang dipaksa melahirkan dua kali setahun”. Bapak langit, Guru mangsa merujuk pada pengetahuan lokal kasepuhan yang didasarkan pada kejadian di alam sebagai acuan mengolah lahan. Masyarakat kasepuhan dalam usaha taninya berguru pada alam semesta, melihat peredaran rasi bintang di langit untuk menentukan waktu mengolah tanah (Rahmawati & Subair, 2018). Ketika melihat ke tengah malam, bintang kidang sudah tepat diatas kepala pertanda masa tanam padi diawali dengan Abah kemudian diikuti incu putu (masyarakat kasepuhan). Kemudian ketika bintang kerti dan kidang sudah tidak terlihat artinya hama mulai bermunculan, maka sebelum kidang menghilang dianjurkan untuk mulai panen padi. 

 

Selain padi, komoditas yang dihasilkan Masyarakat Kasepuhan tergolong variatif. Ladang, huma, dan sawah ditanami padi satu tahun sekali. Di samping padi, mereka menanam tanaman pendamping padi (haraka) seperti, jagung, singkong, cabe, buah dan sayuran. Sinar Resmi menjadi penghasil Gula Semut yang merupakan produk lokal khas/unggulan. Di ladang hutan, masyarakat kasepuhan juga menanam pohon berumur panjang seperti kapol atau kapulaga, manglid, jeungjing yang dijual kayunya sebagai bahan bangunan atau mabel. 

 

Perilaku dan aktivitas masyarakat kasepuhan mencirikan karakteristik masyarakat petani subsisten. Khususnya pada hasil pertanian padi, mereka tidak mengejar keuntungan ekonomi namun hanya untuk konsumsi keluarga. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mempertahankan tradisi dan nilai turun menurun. Tradisi unik pada masyarakat adat kasepuhan Sirna Resmi yaitu padi diperlakukan seperti makhluk hidup. Beras dan turunannya tidak boleh dijual tapi boleh barter dengan benda lain, masyarakat kasepuhan menyebutnya sosoroh. Padi memiliki arti yang sakral bagi warga kasepuhan lantaran dianggap sebagai titisan Nyi Pohaci (Dewi Sri) yang merupakan lambang kesuburan. Untuk memberikan penghargaan terhadap padi, setiap masyarakat kasepuhan membangun tempat khusus untuk menyimpan padi yang disebut leuit. Dari sini secara tersirat masyarakat adat memaknai padi sebagai aset sakral. Seperti Abah Asep, Ketua Adat Sinar Resmi yang mengatakan “kalau kita tinggal di dalam rumah, maka padi harus tinggal dalam rumah juga”. 

Padi dianggap aset sakral, sehingga mulai dari tanam sampai panen dan memasak hingga memakannya menggunakan tata cara penghormatan. Mulai dari upacara meminta izin dengan ritual nyacar pihumaeun yaitu membuka ladang dengan membakar kemenyan dan tumpeng. Ngaseuk, upacara tanam benih di huma saat padi mulai ditanam disawah. Mapag pare nyiram ketika pohon padi mulai berbunga diperlakukan seperti wanita hamil 7 bulan, dilakukan syukuran dengan penyediaan rurujakan 7 macam rujak, bubur merah dan putih, dan doa selamatan. Mipit, potong padi pertama dengan syukuran nasi-lauk lengkap. Ritual nutu pari anyar dengan menjemur dan mengarak padi dari ladang ke leuit. Puncak ritual terbesar ditutup dengan upacara seren taun selama tiga hari tiga malam oleh Abah dan seluruh incu putu. Upacara ini dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal 22 bulan raya agung sebagai bulan terakhir dalam kalender sunda. Puncak upacara ditandai dengan ritual ngadiukkeun pare atau memasukkan padi secara simbolik ke dalam leuit Si Jimat.

 

Cerita hebat ini tidak akan terangkai tanpa perjalanan menuju Kampung Sinar Resmi bersama PR KSDK. Berinteraksi dengan masyarakat kasepuhan Sinar Resmi dan berkesempatan membalas dekapan ramah masyarakat kasepuhan memberikan pengalaman hebat yang berkesan dan wawasan unik yang melekat bagi Rahmasita. Bercengkrama sambil diajari memoles kayu hasil hutan dengan bapak-bapak, berjalan bersama salah satu ibu di kasepuhan untuk menunjukkan ladang garapannya, berbincang sambil menemani ibu-ibu sedang bersih ladang, berjalan membantu menggendong belanjaan seorang ibu muda kasepuhan pulang dari pasar di desa wilayah bawah menuju rumahnya di desa wilayah atas, menunggu hujan sambil mengobrol dengan dua pemuda kasepuhan di tengah ladang membawa banyak cerita dari Bumi Sinar Resmi.

Daftar Pustaka:

Mawaddahni, S., Wulandari, L. D., & Nugroho, A. M. (2021). Tata Spasial Permukiman Kasepuhan Sinar Resmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal RUAS, Volume 19 No. 2, ISSN 1693-3702, E-ISSN 2477-6033.

Rahmawati, R., & Subair. (2018). Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan: Adaptasi, Konflik dan Dinamika Sosio-Ekologis. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, Volume 2, 151-190.

 

Editor: Triana Rahmawati dan Aisya Lu’luil Maknun